Kivlan: Pemerintahan Jokowi-JK Ilegal dan Tidak Konstitusional

Mudation.com – Dulunya bertugas menangkap pelaku makar, kini Mayjen (Purn) Kivlan Zein justru ditangkap polisi dengan tuduhan makar. Kivlan pun tidak memarahi polisi berpangkat rendah yang memeriksanya di Mako Brimob.

Ia malah tertawa saat diperiksa penyidik yang mengaku mendapat ilmu menangkap dari dirinya. Selama di Mako Brimob, Kivlan ngaku hanya dicecar satu pertanyaan.

Mayjen (Purn) Kivlan Zein begitu patuh saat 20 anggota polisi dan Kodam Jaya menangkapnya dengan tuduhan makar pada Jumat (2/12) pagi sebelum ia berangkat ikut aksi 212.

Sepanjang perjalanan, Kivlan sudah menduga hendak dibawa ke Mako Brimob. Setelah tiba di Mako Brimob, salah seorang penyidik bernama Bripka Alex menyampaikan rencana pemeriksaan.

“Pak kami tahu bapak, kami menghormati perjuangan bapak. Tapi, kami bertugas. Saya bilang enggak apa-apa, silakan saja,” kisah Kivlan Zein kepada Tribunnews.com ketika ditemui di Jakarta, Sabtu (3/12) petang.

Kivlan baru diperiksa pada jam 12 setelah didampingi pengacaranya bernama Taufik Budiman dari LBH Solidaritas Indonesia. Kivlan menyebut, Taufik Budiman turut bersamanya mengajukan gugatan ke pengadilan terkait masalah ilegalnya UUD 45 Perubahan. Yakni dari sisi administrasi ilegal, dari prosedur ilegal, dari tata cara ilegal.

“Jadi, periksanya cuma satu pertanyaan, apakah menurut Anda pemerintahan Jokowi-JK ini adalah konstitusional? Saya bilang, konstitusional menurut UUD Perubahan. Tapi, kalau UUD 1945 yang lama, yang asli, ini ilegal, tidak konstitusional,” lanjutnya.

“Betul dong. Kalau UUD yang lama, presiden/wakil presiden dipilih oleh MPR. Namun UUD yang baru ini karena ilegal, maka tidak konstitusional. Mengapa? Karena di UUD yang baru itu tidak ada Bab IV. Coba Anda lihat. Ada Bab III dan langsung Bab V. Bab IV ini kan dalam kepercayaan etnis tertentu enggak boleh, pantang, sial. Jadi, ada pengaruh kepercayaan etnis tertentu. Di lift hotel tertentu juga enggak lantai 4, dari lantai 3 langsung ke lantai 5″.

Setelah pertanyaan itu, Kivlan mengaku pemeriksaan selesai. Ia lama berada di Mako Brimob lantaran menunggu rekan-rekannya yang juga ditangkap dengan tuduhan makar, masih menjalani pemeriksaan. Sabtu (3/12) dini hari, Kivlan Zein dipulangkan.

Saat ditanya Tribunnews, apakah penyidiknya polisi Bripka berani memeriksanya, Kivlan tak mempermasalahkan.

“Ya berani lah, lagipula enggak apa-apa. Saya begini saja kok. karena ada undang-undang . Nggak apa-apa, enggak ada masalah,” jelasnya.

Apakah penyidik bapak marahi?

“Saya malah ketawa-ketawa. Kata mereka (penyidik), Pak dulu kan bapak mengajarkan kami begitu, untuk menangkap. Saya bilang, ya sudah enggak apa-apa, silakan aja, saya juga begitu. Hehehe,” cerita Kivlan.

Mengenai pertemuan dengan Rachmawati di Kampus Universitas Bung Karno pada 20 November lalu yang disebut-sebut bagian dari rencana makar, Kivlan mengaku tidak mengikuti pertemuan tersebut.

Lalu kenapa bapak ditangkap?

“Mungkin karena saya salah seorang ikon, dan kalau aksi 212 saya hadir, maka mereka akan mengarah kemana setelah jam 13 untuk merebut MPR. Karena dari pernyataan pertemuan di UBK pada 30 November dan tanggal 1 Desember ada pernyataan sikap di Hotel Sari Pan Pasific, bahwa mendukung Ahok ditangkap, tegakkan keadilan, dan pernyataan bahwa mendesak supaya dilakukan Sidang Istimewa (MPR) untuk merubah UUD 1945. Saya enggak hadir di kedua pertemuan itu,” lanjut Kivlan.

Kivlan juga menceritakan bahwa ketika ada rapat yang dipimpin Sri Bintang Pamungkas dengan menyatakan akan merebut MPR dengan revolusi, ia tidak hadir. “Jadi, saya enggak hadir pertemuan antara mereka,” terang Kivlan.

Apakah bapak tahu rencana hendak menggiring massa 212 untuk menduduki MPR/DPR?

“Enggak tahu. Katanya iya ada buktinya. Tapi, saya enggak tahu itu. Saya enggak berniat begitu dong,” jelasnya.

Ketika ditanya apakah ia hadir pada pertemuan di rumah mantan KSAD, Mayjend (Purn) Joko Santoso, bersama pimpinan FPI, yang dikabarkan membahas rencana mengubah FPI menjadi Partai Islam, lagi-lagi Kivlan mengatakan tidak hadir. Menurutnya ia tidak hadir dan ketika itu baru pulang dari Manila.

“Jadi, saya tidak tahu apa yang mereka melakukan perancangan itu. Cuma waktu tanggal 411, saya berada di sampingnya Habib Rizieq, karena dia ada perjanjian aksi Bela Negara kalau dia tertembak, dan maka saya akan memimpin massa. Rencananya, besok waktu 212 itu saya juga mendampinginya. Kalau ada masalah-masalah, saya akan dampingi dia. Tapi, mungkin mereka takut kalau saya memimpin akan terjadi revolusi. Tapi, saya enggak ada apa-apa,” lanjutnya.

Kenapa anda kini mendukung total Habib Rizieq, Apa karena anda berkontribusi mendirikan FPI?

“Enggak, saya bukan pendiri dan bukan insiator pendirian FPI. Yang mendirikan adalah Komjen Pol Nugroho Djayusman, Kapolda waktu itu. Didirikan karena yang ada ormas anti-Habibie, tidak ada ormas satupun yang untuk membantu pemerintahan dalam membantu keamanan, semuanya ormas anti-Habibie. Jadi, dibentuklah FPI ini. Saya enggak ikut terlibat. Saya engak tahu, tahu-tahu kok sudah terbentuk FPI,” terangnya. (tribunnews/abdul qodir)

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *